Saturday, February 25, 2012

Letting Go and Stay Healthy

Psikosomatis atau somatisasi adalah gangguan psikis yang tampil dalam bentuk gejala-gejala fisik. Dengan kata lain, penyakit tersebut disebabkan oleh program pikiran negatif atau masalah emosi seperti stres, depresi, kecewa, kecemasan, rasa berdosa dan emosi negatif lainnya.

Dalam suatu penelitian terbukti, penyakit-penyakit kecil muncul akibat gangguan psikis tersebut, seperti penyakit magh, eksim, asma. Akan tetapi dampak jangka panjang atas terbiasanya kita mencandu pikiran negatif tersebut, adalah suatu penyakit yang dinilai sangat berbahaya, yaitu kanker!

Kanker disebabkan oleh faktor keturunan, radikal bebas, lingkungan, makanan yang mengandung bahan kimia, virus, infeksi, faktor perilaku, gangguan keseimbangan hormonal, dan betul, yang paling membuat kita mengerutkan kening...faktor kejiwaan emosional.

Stres yang berat dapat mengakibatkan ganggung keseimbangan seluluer tubuh. Bahkan keadaan yang tegang terus menerus dapat mempengaruhi sel, dimana sel jadi hiperaktif dan berubah sifat menjadi ganas sehingga menyebabkan kanker. Istilah stres termasuk bahasa keren, bahasa yang orang biasa tak mau akui adalah lu-ka ba-tin.

Berapa banyak dari kita yang suka mengungkapkan kekecewaan dengan makian? Dengan bersikap kasar sesekali tanda tidak setuju, atau bahkan secara frontal melawan? Mungkin sedikit. Karena budaya timur menganggap hal tersebut tidak baik, terutama pada orang tua, janganlah melawan. Ini adalah salah satu kebiasaan yang cari penyakit.

Banyak orang yang tidak bisa mengungkapkan emosi negatif mereka menelannya begitu saja. Tapi tidak berhenti sampai disana, mereka membatin. Harusnya gak gini ya, harusnya kan saya tidak digituin, kok dia....yang membatin seperti itulah yang berpeluang terbesar untuk menerima hadiah jackpot, penyakit kanker.

Hal ini tidak mau diakui oleh mereka yang mengidap penyakit kanker. Kenapa? Karena mereka sudah terbiasa hidup dengan sopan, tidak mau berbagi kekecewaan, dan yang paling parah, tidak melepas hal-hal yang sudah terjadi yang tidak sesuai dengan apa yang mereka inginkan.

Mereka yang betul-betul sakit, adalah mereka yang tidak mengakui bahwa mereka sakit. Semakin jauhlah mereka dari penyembuhan. Jadi, siapa bilang memaki dan meluapkan emosi itu tidak baik? Pertolongan pertama pada kesedihan dan kekecewaan bukanlah cokelat, melainkan telinga untuk mendengar dan pundak untuk berbagi beban.

@ room, recollecting happines, 24th Feb 2012

Thursday, February 23, 2012

Remington & Colt

Ingatan seperti selongsong peluru dalam sebuah pistol. Kita memilih memfungsikan ingatan tergantung karakter kita. Tubuh, indera, yang dipengaruhi oleh otak kita, mengingat sejauh mana otak kita memberi sinyal.

Ada yang menjadikan neuron otaknya seperti Derringers, pistol yang digunakan oleh John Wilkes Booth untuk membunuh Abraham Lincoln. Satu barrel untuk satu tujuan, tidak ada kesempatan lain. Put all the bets.

Gagal dalam suatu aksi, akan menimbulkan frustasi. Ingatan bercokol hanya pada detik-detik kegagalan. Membuat kita lebih terfokus dimanakah letak kesalahan kita, betapa pentingnya hal itu, memang hal ini tidak mudah.

Makanya ada juga yang menyediakan rencana cadangan bila rencana A gagal, ditindaklanjuti dengan rencana B, itulah bagaimana Revolving pistol digunakan. Tidak perlu khawatir, bahkan polisi menggunakannya. Dengan pengaman pelatuk, dan keenam barrel-nya, jarang ada rentetan aksi yang gagal.

Sejauh ini rencana cadangan berhasil untuk mereka yang bersiap-siap gagal karena ketidakyakinan yang terpusat pada diri sendiri. Ingatan akan kegagalan, yang mungkin tiga sampai empat kali, dihibur oleh kesuksesan tembakan kelima dan keenam. Tepat sasaran! Yang penting hasil akhir.

Ingatan tergantikan; proyek yang kacau, deadline yang tak tercapai, keluarga yang berantakan, hubungan yang tidak sehat, semua tergeser.

Kita semua bisa memilih, tetapi bagaimana dengan probabilitas saat mencurahkan fokus dan usaha seratus persen, kita tidak bersiap untuk gagal? Kebulatan sikap semacam itu yang menjadikan kita pemenang. Bahkan ketika kita kalah, mental kita tetap bisa menjadikan kita juara.

Mungkin tidak untuk pertandingan yang satu itu, tapi untuk menjadikan kita juara dalam menjalani hidup, mengalahkan keterpurukan diri, bahwa kita adalah manusia yang pantas menentukan diri kita sendiri.

@ room, 23 Februari 2012


Wednesday, February 22, 2012

False Alarm dan Produk Ibukota

Seringkali kita menghindar bila bertemu orang gila, di tengah jalan atau bahkan saat mereka melipir di pinggir dan berdiam di sudut. Ada semacam alarm di otak kita yang mengatakan, "Hati-hati! Yang satu ini berbeda dan patut diwaspadai. Mereka gila!" suatu false alarm yang hanya bikin repot.

Pernah dengar orang gila membunuh? Mabok lalu menabrak belasan orang karena black out? Giting lalu tertidur saat mengemudikan bus? Memperkosa ramai-ramai di angkot?

Kalaupun ada orang gila yang membunuh, hitungannya sedikit sekali. Nyaris ti-dak ada.

Pada saat si gila berjenis kelamin laki-laki, dalam keadaan bugil dia tidak akan turn on dan ngaceng melihat bubaran SPG saat makan siang atau sepulang kantor. Dalam dunia mereka, tidak ada pemaknaan lebih di rok ketat yang membungkus pantat seadanya itu.

Mereka gila, tapi tidak opportunis dan serakah. Mereka bisa jadi berlarian, bicara dengan siapa saja yang mereka anggap ada di sebelah mereka (padahal hanya ada angin), atau hanya sekedar kasak kusuk. They live in their own bubbles. Tapi paling tidak mereka jujur dalam kegilaan mereka. Gejala gila pun mereka tunjukkan, lalu hidup konsisten dengan cara-cara seperti itu.

Kesakitan mereka hanya berlaku bagi diri mereka sendiri. Mereka ngegembel, berlaku menyimpang, tidak berpura-pura dan tidak hidup dalam kepalsuan. Orang gila tidak berbahaya.

Beda dengan manusia ibu kota, dengan penyakit dan kegilaan terselubung di tiap pribadi. Dengan cikal bakal opportunis dan keserakahan, tiap kekecewaaan berbuah dendam dan luka batin. Tiap tujuan menelurkan hidden agenda. Kita bahkan jadi serigala berbulu domba yang memasang telinga di mana-mana, untuk urusan yang bukan urusan kita.

Polisi moral sudah basi, mereka yang tidak pernah berbuat dosa, silahkan melempar batu pertama!

Kita semua, hanya orang gila yang berpura-pura normal dan jauh lebih berbahaya. Kita itu yang butuh alarm saat berkaca tiap pagi.

Sudah siap betul-betul jatuh gila atau mengakui kita gila?

BV, 22 Februari 2012